Minggu, 25 Januari 2015

Masalah Gizi Remaja

Masa remaja menurut WHO adalah antara 10-24 tahun, sedangkan menurut Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 hingga 17 atau 18 tahun). Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahan-perubahan yang berlangsungnya cepat dalam hal pertumbuhan fisik,kognitif, dan psikososial atau tingkah laku. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini terjadi kematangan seksual dan tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Pada saat pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh.
Masalah gizi yang terjadi pada remaja umumnya disebabkan oleh satu sumber utama yaitu pola makan yang kurang tepat. Pola makan yang kurang tepat secara garis besar dipengaruhi dua hal, antara lain faktor lingkungan dan faktor personal atau individu dari remaja itu sendiri.
Perilaku makan yang kurang tepat dapat membawa dampak negative terhadap kesehatan atau status gizi remaja. Berikut beberapa masalah gizi yang dapat dialami oleh remaja.
1.   Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri berupa pengukuran BB, TB ataupun LLA maupun pemeriksaan laboratorik seperti pemeriksaan kadar kolesterol, LDL, HDL maupun trigliserid dalam darah.
Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok rawan terjadinya obesitas. Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari.
Beberapa factor penyebab obesitas pada remaja dan anak-anak diantaranya factor genetic yang cukup berperan dalam kejadian obesitas pada anak. Seorang anak dengan kedua orang tua yang obesitas memiliki resiko 80% juga akan menderita obesitas. Selain factor genetic, factor lingkungan seperti gaya hidup, status social ekonomi, maupun letak geografis juga sangat berpengaruh pada kejadian obesitas pada anak dan remaja.
Prevalensi obesitas anak saat ini mengalami peningkatan di berbagai negara tidak terkecuali Indonesia. Tingginya prevalensi obesitas anak disebabkan oleh pertumbuhan urbanisasi dan perubahan gaya hidup seseorang. Menurut WHO, satu dari 10 (sepuluh) anak di dunia mengalami kegemukan. Prevalensi yang cenderung meningkat baik pada anak maupun orang dewasa sudah merupakan peringatan bagi pemerintah dan masyarakat bahwa obesitas dan segala implikasinya memerlukan perhatian khusus.
Sejak tahun 1970 hingga sekarang, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3) kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak usia 6-15 tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001(soegondo, 2008).

2.   Kurang Energi Kronis
Kurang Energi Kronis (KEK) adalah suatu keadaan kekurangan makanan dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan ukuran Indeks Massa Tubuhnya (IMT) di bawah normal (kurang 18,5 untuk orang dewasa) (persagi, 2009). Kurang energy kronis merupakan kondisi dimana seorang remaja mengalami kekurangan makanan yang berlangsung menahun yang mengakibatkan gangguan kesehatan dengan tanda-tanda seperti lemah dan pucat.
Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis (KEK) tidak selalu berupa akibat terlalu banyak olah raga atau aktivitas fisik. Pada umumnya KEK pada remaja terjadi akibat makan terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan berat badan secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang lawan jenis kurang seksi.
Remaja dengan kurang energy kronis yang tidak ditanggulangi dengan baik akan memiliki kecenderungan melahirkan bayi yang BBLR jika hamil. Dan mengakibatkan ganguan metabolisme pada masa balita sang anak yang nantinya akan menimbulkan resiko KEK saat sang anak menginjak masa remaja.
Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia 15-49 sebesar 24,9% pada tahun 1999 dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003. Pada umumnya proporsi WUS dengan risiko KEK cukup tinggi pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih tua.

3.   Anemia defisiensi besi
Anemia karena kurang zat besi adalah masalah yang paling umum dijumpai
terutama pada perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk sel-sel darah merah, dikonversi menjadi hemoglobin, beredar ke seluruh jaringan tubuh, berfungsi sebagai pembawa oksigen. Remaja perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki. Anemia, terjadi pula karena peningkatan kebutuhan pada tubuh seseorang seperti pada saat menstruasi, kehamilan, melahirkan, sementara zat besi yang masuk sedikit.
Agar zat besi yang diabsorbsi lebih banyak tersedia oleh tubuh, maka diperlukan bahan makanan yang berkualitas tinggi. Seperti pada daging, hati, ikan, ayam, selain itu bahan maknan yang tinggi vitamin C membantu penyerapan zat besi.
Anemia pada anak sekolah dapat menyebabkan anak menjadi lemah, kurang nafsu makan, menururnnya sistim imun tubuh serta gangguan pada regenerasi sel. Selain itu, anemia pada remaja juga menurunkan fungsi kognitif dan berpengaruh pada psikis serta prilaku. Hai ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan prestasi belajar dan rendahnya kemampuan intelektualitas anak hingga dapat berdampak pada kualitas sumberdaya manusia di Negara tersebut.
Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang sering dijumpai. Diperkirakan 25% dari total penduduk dunia menderita anemia jenis ini. Penyakit ini cenderung diderita oleh penduduk di Negara-negara sedang berkembang daripada Negara maju.diperkirakan 36% populasi di Negara berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan di Negara maju hanya diperkirakan sekitar 8% dari total penduduknya menderita anemia jenis ini. Di Indonesia prevalensi nemia pada remaja dan anak sekolah masih menunjukkan angka yang tinggi. Sekitar 37% dari total populasi di Indonesia. 

Infeksi Saluran Kemih


Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Saluran kemih terdiri dari beberapa organ yang terdiri dari ginjal, pelvis ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.

Infeksi saluran kemih merupakan suatu keadaan patologis yang sudah sangat lama dikenal. Infeksi ini juga merupakan penyakit infeksi bakterial tersering dan bertanggung jawab terhadap morbiditas khususnya pada wanita dalam kelompok usia seksual aktif.
Patofisiologi terjadinya infeksi saluran kemih dapat diakibatkan oleh adanya bakteri patogen yang masuk ke dalam saluran kemih. Mikroorganisme yang biasanya menjadi penyebab dari terjadinya infeks saluran kemih antara lain Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, Escherichia Coli, Enterobacter, staphylococcus epidemidis dan enterococci. Mikroorganisme tersebut dapat masuk dalam saluran kemih yaitu melalui jalur asending ataupun hematogen.
Secara Asending, masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain dikarenakan adanya faktor anatomi dimana pada wanita uretra yang dimiliki lebih pendek dari pada laki- laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi, kontaminasi fekal, Pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter) maupun adanya dekubitus yang terinfeksi.
Secara Hematogen, biasanya infeksi saluran kemih terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total urin yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri. Residu kemih dalam vesika urinaria dapat menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi saluran kemih, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK antara lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut pada ginjal, batu neoplasma dan hipertropi prostat yang sering ditemukan pada laki-laki dengan usia diatas 60 tahun.
Penyakit infeksi pada saluran kemih dapat diklasifikasikan sebagai brikut:
a.       Uretritis
Merupakan infeksi saluran kemih bagian terluar yang dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual ataupun kuman penyebab infeksi saluran kemih. Penyebab tersering uretritis adalah gonorea dan klamidia disusul dengan penyakit menular seksual lainnya. Penyebab lainnya adalah iritasi akibat bahan kimia (sabun, iosion, jel kontrasepsi), lecet akibat gesekan mekanis, atau akibat penyempitan uretra.
Uretritis biasanya ditandai dengan adanya gejala seperti , mukosa memerah dan edema, terdapat cairan eksudat yang purulent, ada ulserasi pada uretra, adanya rasa gatal yang menggelitik, good morning sign, adanya nanah awal miksi, nyeri pada awal miksi, kesulitan untuk memulai miksi, nyeri pada bagian abdomen.

b.      Sistitis
Merupakan infeksi pada kandung kemih yang terjadi akibat perjalaran infeksi dari uretra. Sistitis umumnya terjadi pada pria dengan kelainan anatomis gangguan pengosongan kandung kemih atau pada mereka yang dipasang kateter (selang berkemih).
Sistitis ditandai dengan adanya gejala seperti disuria (nyeri waktu berkemih), peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel-sel darah putih dalam urin, nyeri punggung bawah atau suprapubic dan demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus sistitis yang parah.

c.       Pielonefritis
Infeksi pada ginjal yang terutama terjadi akibat infeksi yang menjalar dari saluran kemih bagian bawah. Namun infeksi dapat juga terjadi melalui kuman yang terbawa di dalam darah. Infeksi pada ginjal dapat bersifat fatal, dan juga merupakan salah satu pencetus terbentuknya batu ginjal. Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan gejala seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria.

Factor resiko terjadinya infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut:
a.       Jenis kelamin (wanita lebih berisiko)
b.      Kebiasaan seksual,
c.       Penggunaan beberapa jenis alat kontrasepsi seperti kondom berbentuk diafragma
d.      Usia (orang yang lebih tua lebih rentan mengalami infeksi, anak-anak juga dapat mengalaminya)
e.       Riwayat keluarga mengalami ISK
f.       Diabetes atau kondisi kronis lainnya yang mempengaruhi sistem imun
g.      Penggunaan kateter yang berkepanjangan (sebuah selang dimasukkan dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urin)
h.      Batu ginjal yang kambuh

Pada usia lanjut infeksi saluran kemih dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a.       ISK Uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
b.      ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut :
1.      Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
2.      Kelainan faal ginjal :GGA maupun GGK
3.      Gangguan daya tahan tubuh

4.      Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen seperti prosteus spp yang memproduksi urease.