LAPORAN
PRAKTIKUM
ACARA 6 : PENGARUH FAKTOR KIMIA DAN BIOLIGI
Disusun
Oleh :
Kelompok :
3 Shif : A
PJ : Izzatun
Nadia
(J310120009)
Anggota : Cahyani Windrasari (J310120003)
PROGRAM STUDI GIZI STRATA SATU
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
A. Judul Praktikum
Pengaruh faktor kimia dan biologi
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh antibiotic dan desinfektan terhadap pertumbuhan
bakteri
C. Pendahuluan
1. Latar belakang
Praktikum ini dilakukan guna mengetahui pengaruh
berbagai antibiotic dan desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri serta
mengetahui respin hambatan yang terbesar maupun yang terkecil.
2. Tinjauan
teori
Mikroorganisme
terdapat di berbagai tempat seperti
tanah, debu, air, udara, kulit dan selaput lendir. Mikroorganisme dapat berupa
bakteri, fungi, protozoa dan lain-lain. Mikroorganisme mudah terhembus udara
dan menyebar ke mana-mana karena ukuran selnya kecil dan ringan (susilowati dan
shanty, 2001).
Oleh karena
itulah mikroorganisme sering kali mengganggu manusia yang dapat diketahui
dengan terjadinya infeksi hingga menyebabkan berbagai macam penyakit atau
menyebabkan kerusakan pada makanan, perabotan rumah, kain dan perlengkapan dari
kulit. Untuk mencegah hal tersebut, dibutuhkan pengendalian keberadaan
mikroorganisme (purwani dan ambarwati, 2013).
Pengendalian mikroorganisme dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan ataupun antiseptik.
Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme
atau kuman penyakit lainnya pada tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Sedangkan
antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan
hidup (arafat, 2013).
D. Tinjauan Pustaka
Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan morfologi dan
fisiologi. Hal ini dikarenakan mikroba selain membutuhkan
nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan optimumnya (pelczar
dan chan, 2006). Beberapa golongan sangat tahan
terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
baru. Adapula golongan mikroba yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga tidak
dapat menyesuaikan diri (suharni, 2009).
mikroorganisme sering kali mengganggu manusia yang
dapat diketahui dengan terjadinya infeksi hingga menyebabkan berbagai macam
penyakit atau menyebabkan kerusakan pada makanan, perabotan rumah, kain dan
perlengkapan dari kulit. Untuk mencegah hal tersebut, dibutuhkan pengendalian
keberadaan mikroorganisme (purwani dan ambarwati, 2013).
Pengendalian mikroorganisme dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan ataupun antiseptik.
Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme
atau kuman penyakit lainnya pada tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian. Sedangkan antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan
lain-lain pada jaringan hidup (arafat, 2013).
Pada dasarnya, penggunaan antibiotic dan desinfektan
itu tidak jauh berbeda. Yang membedakan adalah bahwa antiseptic harus memiliki sifat
tidak merusak jaringan. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai
salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi
pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan
dalam proses sterilisasi. Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam
proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target
mikroorganisme yang akan dimatikan (Arafat, 2013).
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh
dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung
dengan adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat
digunakan sebagai obat (Djide, 2003).
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya
infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat
ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu
ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasni
mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas
selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi
relatif tidak toksik untuk hospes (Ganiswarna,
1995 pada anindita 2012).
Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana
mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti
bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri
pada konsentrasi yang rendah. uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode
untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri (Gaman, dkk. 1992 pada anindita 2012).
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas
bakteri adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat
pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar
kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona
hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap
bahan anti bakteri (Jawelz,
1995 dalam anindita 2012).
Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka
antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu antibiotik
penghambat sintesis dinding sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini
ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin. Yang kedua yaitu
antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba, antibiotik yang termasuk
kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol,
linkomisin dan tetrasilin. Yang ketiga yaitu antibiotik penghambat sintesis
asam nukleat sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah
rifampisin dan golongan kuinolon. Keempat yaitu antibiotik pengganggu fungsi
membran sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan
polien. Dan yang kelima yaitu antibiotik penghambat metabolisme mikroba,
antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam
p-amino salisilat (Ganiswarna, 1995).
Berdasarkan luas daerah hambatan yang dibentuk oleh
difusi agar, maka tingkat sensitifitas bakteri dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu sensitive (lebih dari 18mm), intermediet (13-17mm) dan resisten (kurang
dari 12mm) (Clinical and Laboratory
Standards Institute).
E. Alat dan bahan
1. Alat
a. Bunsen
b. Penyemprot alcohol
c. Pinset
d. Petridisk
e. Papperdisk
f. Pipet
ukur
2. Bahan
a. Medium NA
b. Biakan murni
(basillus subtilis)
c. Larutan senyawa
kimia
d. Larutan antibiotik
(tetrasiklin, amoxilin, eritromycin, chloramphenicol)
e. Aquades
f. Alcohol
F. Cara Kerja
1. Disterilkan tangan dan meja
2. Dibuat
piaraan agar cawan dengan metode pour plate
3. Cawan petri
(petri disk) dibagi menjadi 4 juring
4. Diambil papper disk steril dengan pinset dan dicelupkan pada larutan
antibiotic
5. Diletakkan di
tengah-tengah area juring
6. Diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 37oC
7. Diamati
pertumbuhan bakteri dan terbentuknya daerah hambatan
G. Hasil Praktikum
|
1. Tetrasiklin
(sensitive)
2. Amoxilin
(sensitive)
3. Eritromycin
4. Chloramphenicol
|
H. Pembahasan
Percobaan ini dilakukan guna mengetahui seberapa besar
daerah hambatan yang ditimbulkan oleh larutan antibiotic pada pertumbuhan
bakteri (Basillus subtilis) menggunakan metode difusi agar dengan papperdisk.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tetrasiklin, amoxilin,
eritromycin, chloramphenicol dan aquades sebagai control.
Metode ini dilakukan dengan mula-mula membuat piaraan
dengan metode pour plate pada petri disk dan kemudian menempelkan pepperdisk
yang telah dicelupkan dalam antibiotic pada permukaan agar yang telah diberi
biakan. Kemudian diinkubasi selama dua hari. Setelah diinkubasi, maka diamati
apakah terjadi daerah hambatan (agar berwarna bening) atau tidak.
Pada kelompok kami keempat antibiotic menimbulkan
daerah hambatan. yang terkecil adalah daerah hambatan pada amoxilin yang hanya
berdiameter 21,5mm dan yang terbesar
adalah daerah hambatan milik eritromycin yang
berdiameter 56,5mm. Namun walaupun memiliki diameter kecil, berdasarkan
Clinical and Laboratory Standards
Institute diameter amoxilin termasuk pada sensitive yang berarti
memiliki dampak yang cukup baik untuk menghambat pertumbuhan basillus subtilis.
Daerah hambatan seharusnya berbentuk lingkar sempurna
mengikuti bentuk papperdisk. Namun pada percobaan kami, daerah hambatan yang
dibentuk oleh eritromycin berbentuk tidak beraturan. Hal ini mungkin disebabkan
akibat ketidak hati-hatian dalam meletakkan papperdisk, ataupun terlalu banyak
mencelupkan papperdisk dalam larutan antibiotic sehingga difusinya melebar dan
tidak beraturan.
I. Kesimpulan
Keempat antibiotic menimbulkan daerah hambatan pada biakan basillus
subtilis
1. Tetrasiklin (D=25mm) sensitif
2. Amoxilin (D=21,5mm) sensitif
3. Eritromycin (D=56,5mm) sensitive
4. Chloramphenicol (D=38mm) sensitif
J. Daftar Pustaka
Anindita,
faradisa. 2012. Laporan praktikum mikrobiologi uji antibiotik mikroba. http://disachem.blogspot.com diakses pada 1 mei 2014
Arafat,
sadam. 2013. Dasar pengertian desinfektan dan antibiotic. http://saddamarafat13026.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id diakses pada 1 mei 2014
Djide, M.N,
2003. Mikrobiologi Farmasi,
Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.
Ganiswarna,
S.G, 1995. Farmakologi dan
Terapi Edisi 4. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Pelczar, MJ dan
ECS. Chan,.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi jilid II. Penerbit Universitas
Indonesia (UI - Press). Jakarta.
Purwani, eni
dan ambarwati. 2013. Modul praktikum mikrobiologi pangan. Universitas
muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Suharni,
Theresia Tri dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Atma
Jaya. Yogyakarta.
Susilowati,
ari dan shanty listiyowati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber
Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS.
Biodeversitas vol.2 no.1
0 komentar:
Posting Komentar